Friday, April 18, 2025

The Great Depression 1929 : Ketika Dunia Terjebak dalam Kegelapan Ekonomi

Bayangkan dunia di mana seperempat dari tenaga kerja kehilangan pekerjaannya, bank-bank gulung tikar setiap minggu, dan antrean panjang orang kelaparan memenuhi jalanan kota-kota besar. Itulah kenyataan kelam dari Great Depression, krisis ekonomi global yang tak hanya melumpuhkan pasar, tapi juga mengguncang fondasi sosial dan politik dunia. Artikel ini akan membawa Anda menelusuri bagaimana kehancuran ekonomi terbesar abad ke-20 dimulai, mengapa ia begitu menghancurkan, dan bagaimana dunia perlahan bangkit dari reruntuhannya.

Great Depression atau Depresi Besar adalah salah satu bencana ekonomi paling dahsyat dalam sejarah modern yang mengguncang dunia sejak akhir dekade 1920-an hingga awal 1940-an. Dimulai dari keruntuhan pasar saham Amerika Serikat pada tanggal 29 Oktober 1929—dikenal sebagai Black Tuesday—krisis ini dengan cepat menyebar ke seluruh dunia, menciptakan kehancuran ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dampaknya begitu mendalam hingga mengubah struktur sosial, politik, dan ekonomi global selama puluhan tahun.

Awalnya, euforia pasar saham di era “Roaring Twenties” menciptakan ilusi kemakmuran. Banyak investor, termasuk individu biasa, terjebak dalam spekulasi dan membeli saham dengan margin—yakni membeli saham dengan uang pinjaman. 

Kondisi itu menyebabkan warga Amerika Serikat berbondong-bondong membeli saham di New York Stock Exchange (NYSE) yang berpusat di Wall Street, New York City. Mulai dari jutawan, juru masak, bahkan petugas kebersihan menghabiskan uangnya untuk membeli saham. Akibatnya, Wall Street melambung tinggi, hingga puncaknya pada Agustus 1929.

Namun, hal itu menyebabkan produktivitas menurun, dan akhirnya jumlah pengangguran meningkat. Harga saham pun semakin tinggi dari nilai sebenarnya.

Kala itu besaran upah warga Amerika Serikat sangat rendah, dan akhirnya utang-utang dari masyarakat atau konsumen membengkak. Ditambah lagi kekeringan yang menyebabkan sektor pertanian memburuk, harga-harga pangan pun jatuh. Perbankan juga kena imbasnya dengan jumlah pinjaman yang besar dan tidak dapat dicairkan.

Ketika harga saham akhirnya runtuh, bukan hanya investor besar yang bangkrut, tetapi jutaan rakyat kecil ikut terjebak dalam hutang tanpa kemampuan membayar. Bank-bank kolaps secara berantai, menelan habis tabungan masyarakat. Industri yang bergantung pada kredit dan konsumsi mulai runtuh, menyebabkan penutupan pabrik dan meningkatnya pengangguran secara drastis.

Pada puncaknya, tingkat pengangguran di Amerika Serikat mencapai lebih dari 25 persen, dan di beberapa negara Eropa bahkan lebih parah. Kelaparan, tunawisma, dan kemiskinan menjadi pemandangan sehari-hari. Para petani tidak mampu menjual hasil panennya, sementara banyak keluarga terpaksa berpindah dari satu kota ke kota lain hanya untuk mencari pekerjaan atau makanan. Fenomena ini mengubah wajah Amerika dan negara-negara lain di dunia secara mendalam.

Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah Amerika Serikat sampai melegalkan "Industri Dosa" (sin industry) yang meliputi penjualan minuman keras, cerutu, perjudian, dan prostitusi di Las Vegas sejak tahun 1930-an bahkan sampai sekarang. Antara 1939 dan 1944, banyak orang mendapat pekerjaan kembali karena Perang Dunia II, dan Depresi Besar pun berakhir.

Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Herbert Hoover awalnya gagal mengatasi krisis ini secara efektif. Pendekatan laissez-faire dan keyakinan bahwa pasar akan membetulkan dirinya sendiri ternyata tidak membuahkan hasil. Barulah ketika Franklin D. Roosevelt terpilih sebagai presiden pada 1933, pendekatan baru diluncurkan melalui program besar-besaran yang dikenal sebagai New Deal. Kebijakan ini berupaya menciptakan lapangan kerja, mereformasi sektor perbankan, dan memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat. Meskipun New Deal tidak sepenuhnya mengakhiri Depresi, ia berhasil mengurangi penderitaan dan menciptakan fondasi bagi pemulihan jangka panjang.

Namun, ironisnya, akhir dari Great Depression bukan datang sepenuhnya dari kebijakan ekonomi, melainkan dari meletusnya Perang Dunia II. Perang tersebut memaksa negara-negara untuk meningkatkan produksi industri dan militer, sehingga membuka kembali lapangan kerja dan memutar kembali roda ekonomi yang sempat beku selama lebih dari satu dekade.

Presiden Franklin Roosevelt pada tahun 1933 memberikan janji perubahan besar untuk mendukung kebangkitan bisnis di Amerika, membasmi pengangguran, serta mengembalikan kepercayaan masyarakat.

Hal tersebut yang menjadi dasar dalam menciptakan serta memelihara infrastruktur nasional, lapangan kerja penuh, dan upah yang baik. Tujuan ini mulai tercapai atas usaha untuk mengendalikan harga, upah pekerja, serta biaya produksi.

Fokus utamanya tetap pada dukungan harga serta upah minimum dan menghapus pemerintahan dari standar emas, melarang perseorangan menimbun logam mulia. Roosevelt melarang monopoli, yang seringkali dianggap kompetitif, praktik bisnis, dan melembagakan berbagai program pekerjaan umum baru serta lembaga penciptaan lapangan kerja.

Great Depression menjadi pelajaran penting dalam sejarah ekonomi dunia. Ia membuktikan betapa rapuhnya sistem keuangan global jika tidak diawasi secara ketat, dan betapa pentingnya intervensi negara dalam menghadapi krisis sistemik. Pengalaman pahit ini juga melahirkan berbagai reformasi besar dalam sektor perbankan, jaminan sosial, serta kebijakan moneter dan fiskal yang menjadi fondasi ekonomi modern hingga saat ini. Lebih dari sekadar krisis ekonomi, Great Depression adalah pengingat bahwa stabilitas dan kemakmuran tidak pernah bisa diambil begitu saja, dan bahwa kebijakan ekonomi yang bijaksana sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan sosial dan kesejahteraan masyarakat.


Sumber :

https://id.wikipedia.org/wiki/Depresi_Besar

https://www.ocbc.id/id/article/2023/01/02/the-great-depression-adalah

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5189086/sejarah-depresi-hebat-berawal-di-as-hingga-berimbas-ke-seluruh-dunia

No comments:

Post a Comment

Related Posts