Tuesday, September 29, 2020

RI Resesi Jadi Peluang Investasi

RI Resesi Jadi Peluang Investasi, Ayo Kaya Sebelum Tua!


Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) adalah tragedi kesehatan dan kemanusiaan. Namun kemudian menyebar menjadi persoalan sosial-ekonomi.

Menangani virus corona, berbagai negara mengedepankan kebijakan pembatasan sosial (social distancing). Sebisa mungkin manusia dibuat berjarak antara satu dengan yang lain, agar risiko penularan virus bisa diminimalkan. Di Indonesia, kebijakan ini diterjemahkan dalam bentuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Aktivitas masyarakat dibatasi untuk sementara agar mengurangi risiko penyebaran virus corona. Pembatasan kegiatan masyarakat ini yang kemudian membuat pandemi Covid-19 menjadi problema sosial ekonomi.

Saat masyarakat diminta sebisa mungkin untuk #dirumahaja, maka aktivitas produksi akan terhambat. Permintaan konsumen pun berkurang, karena apa yang mau dibeli kalau ngendon di rumah?

Virus corona telah memukul ekonomi di dua sisi sekaligus, penawaran (supply) dan permintaan (demand). Hasilnya, ekonomi Indonesia menciut. Ukuran ekonomi yang dicerminkan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II-2020 turun 5,32%.

Kuartal III-2020 memang belum berakhir, tinggal hitungan hari. Namun kemungkinan besar kontraksi (pertumbuhan negatif) ekonomi akan kembali terjadi.

Jadi, Indonesia sedang di ambang kontraksi PDB selama dua kuartal beruntun. Ini adalah definisi dari resesi, sesuatu yang belum pernah terjadi sejak 1999.

Kita harus menerima kenyataan pahit, resesi sudah di depan mata. Siap atau tidak, kita harus menghadapi dan melaluinya.

Namun yakinlah bahwa 'badai' ini akan ada ujungnya. Tumpuan harapan dunia ada di vaksin anti-virus corona yang akan membentuk 'perisai' perlindungan tubuh dari serangan virus yang awalnya menyebar di Kota Wuham, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut.

Kemungkinan vaksin sudah tersedia tahun depan, awal atau pertengahan tahun. Begitu vaksin sudah ada dan didistribusikan, maka hidup akan berangsur normal kembali. Masyarakat bisa mulai beraktivitas dengan tenang.


Oleh karena itu, ada harapan ekonomi bisa bangkit dari nestapa pada tahun depan. Memang harus menunggu sekitar setahun, tetapi bagi yang mampu bertahan akan mendapat ganjaran yang luar biasa.

Berbagai lembaga internasional memperkirakan ekonomi Indonesia akan kembali tumbuh positif pada 2021. Bukan sekedar tumbuh, tetapi melesat.

Pandemi Covid-19 yang menyeret ekonomi dunia tentu mempengaruhi pasar keuangan dunia, termasuk Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah melemah.

Sejak awal tahun ini, IHSG sudah anjlok 21,49%. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah nyaris 7%.


Namun kembali lagi, harapan akan pemulihan ekonomi akan membuat aset-aset di pasar keuangan Tanah Air akan bangkit. Justru sekarang harga aset keuangan di Indonesia sudah sangat murah, dan dengan prospek kebangkitan ekonomi nilainya bakal naik pada masa mendatang.

Ambil contoh saham-saham perbankan nasional. Harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) secara year-to-date sudah terkoreksi 16,08%. Saat ini harga saham BCA berada di Rp 28.050.

Harga ini masih sangat jauh dari target yang diperkirakan pelaku pasar. Mengutip data Refinitiv, konsensus pasar untuk harga saham BBCA bisa mencapai Rp 33.412,16. Artinya ada potensi kenaikan 19,12%.

Kemudian saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang sekarang harganya Rp 5.350. Target harga perkiraan pelaku pasar ada di Rp 6.797,05 yang menggambarkan potensi lonjakan 27,05%.


Pilihan investasi lainnya yang mudah dan menjanjikan keuntungan adalah reksa dana. Jangan dilihat dalam jangka pendek, reksa dana adalah investasi berhorizon jangka menengah panjang. Jika nanti pasar keuangan Tanah Air bangkit, maka Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana juga bakal terangkat.

Belajar dari krisis keuangan global 2008-2009, saat itu NAB reksa dana pun ambles. Namun pada 2010, NAB sudah pulih dan melampaui level sebelum krisis.

Pandemi virus corona juga membuat NAB reksa sana terkoreksi. Akan tetapi dengan harapan pemulihan ekonomi tahun depan dan 2022, nilainya akan kembali terangkat. Jadi kalau beli reksa sana sekarang, maka kemungkinan cuan pada 2021 dan 2022 lumayan tinggi. 


Resesi memang berat, bahkan sangat berat. Namun periode ini bisa menjadi peluang untuk memupuk keuntungan pada masa mendatang.

Bagi Anda yang masih beruntung bisa memperoleh penghasilan, apalagi ada dana berlebih, maka ada baiknya mulai disisihkan untuk berinvestasi. Bisa dengan 'menyerok' saham, memborong reksa dana, dan sebagainya. Mumpung harga sedang diskon.

Jika Anda sabar, plus harapan pemulihan ekonomi benar-benar terwujud, maka niscaya nilai aset yang dibeli sekarang akan berlipat-lipat nilainya. Ini adalah kesempatan untuk menjadi kaya sebelum tua, jangan mau jadi tua sebelum kaya...


Sumber :

https://www.cnbcindonesia.com/investment/20200927082954-21-189761/ri-resesi-jadi-peluang-investasi-ayo-kaya-sebelum-tua/3

Sunday, September 6, 2020

Intrinsically Dangerous

Warren Buffett: ‘Don’t ask the barber whether you need a haircut’

FEB 12 2019


Warren Buffett doesn’t trust forecasts or projections, especially from someone who has a financial interest in making those projections.

“I do not understand why any buyer of a business looks at a bunch of projections put together by a seller...or his agent,” he said.

Legendary investor Warren Buffett is no stranger to billion-dollar business deals. Regardless of size or scope of a transaction, the “Oracle of Omaha” uses the same research philosophy: Don’t trust forecasts or projections, especially from someone who has a financial interest in making those projections.

Whether you’re buying a stock or a house or a business, the chairman and CEO of Berkshire Hathaway advises to do your own research. Don’t trust the “experts.”

“Don’t ask the barber whether you need a haircut,” Buffett told the audience at Berkshire’s 1994 annual meeting.

Buffett’s longtime partner Charlie Munger recalled him and Warren being offered a thick book of $2 million worth of projections during the process of buying a business.

“We almost paid $2 million not to look at it,” Buffett joked to the audience.

“I do not understand why any buyer of a business looks at a bunch of projections put together by a seller...or his agent,” he continued.

Obtaining information or trusting analysis from someone who has an interest in a particular deal is detrimental due to its innate bias. Munger called projections “intrinsically dangerous.” Buffett reviews annual reports and other filings to draw his own conclusions. He believes you should stick with businesses that you can evaluate yourself.

The 88-year-old’s methodology proved to be not only insightful but successful. Berkshire has returned 20 percent annually over the last 40 years, double the return of the S&P 500 over that same time span, according to FactSet.


Sumber :
https://www.cnbc.com/2019/02/12/warren-buffett-dont-ask-the-barber-whether-you-need-a-haircut.html

Related Posts