Strategi menghadapi darurat deflasi 2025 harus dimulai dari kebijakan moneter yang akomodatif. Bank sentral memainkan peran kunci dengan menurunkan suku bunga ke tingkat paling rendah bahkan hingga ke zona negatif, guna mendorong konsumsi dan investasi. Selain itu, pelonggaran kuantitatif (quantitative easing) menjadi instrumen lanjutan yang digunakan untuk menyuntikkan likuiditas ke pasar, terutama untuk mendukung sektor-sektor riil seperti UMKM, properti, dan infrastruktur. Dengan suplai uang yang meningkat, diharapkan masyarakat terdorong untuk membelanjakan uang daripada menahannya, sehingga menggerakkan roda ekonomi kembali.
Di sisi fiskal, pemerintah harus berani mengambil langkah ekspansif. Stimulus langsung dalam bentuk bantuan tunai bersyarat, subsidi energi, dan program padat karya bisa membantu menjaga konsumsi rumah tangga tetap stabil. Di saat yang sama, belanja negara perlu diarahkan untuk proyek-proyek jangka panjang yang menciptakan lapangan kerja dan mendorong permintaan agregat, seperti pembangunan infrastruktur berkelanjutan dan teknologi hijau. Dalam konteks deflasi, defisit anggaran yang terkendali bukanlah ancaman, melainkan bagian dari solusi untuk mendorong pertumbuhan.
Peran sektor swasta juga krusial. Dunia usaha harus diberikan insentif untuk tetap beroperasi dan berinovasi. Pemangkasan pajak sementara bagi pelaku bisnis, dukungan terhadap digitalisasi proses produksi, dan kemudahan dalam akses pembiayaan merupakan langkah-langkah yang bisa meringankan beban industri agar tetap mampu menyerap tenaga kerja. Di sisi lain, penting juga untuk meningkatkan kepercayaan konsumen melalui jaminan keamanan pekerjaan, akses layanan kesehatan, dan pendidikan, yang menjadi fondasi bagi stabilitas ekonomi jangka panjang.
Yang tak kalah penting adalah menjaga psikologi pasar. Dalam situasi deflasi, persepsi bahwa harga akan terus turun membuat masyarakat menunda konsumsi dan investasi. Oleh karena itu, komunikasi yang jelas dan optimistis dari otoritas moneter dan fiskal sangat dibutuhkan. Transparansi terhadap kebijakan dan prediksi ekonomi yang realistis dapat menahan kepanikan dan mengembalikan keyakinan publik bahwa pemerintah mampu mengendalikan situasi.
Indonesia menghadapi deflasi tahunan pertama sejak tahun 2000. Meski deflasi mengindikasikan turunnya harga-harga barang dan jasa, para ekonom mengingatkan deflasi tahunan ini semu dan tidak mencerminkan daya beli masyarakat" yang sedang menurun.
Deflasi bukan sekadar masalah ekonomi, tetapi krisis kepercayaan terhadap masa depan. Maka, strategi menghadapi darurat deflasi 2025 harus bersifat menyeluruh, adaptif, dan berbasis kolaborasi antara pemerintah, bank sentral, dunia usaha, dan masyarakat. Di tengah tantangan global seperti pelemahan perdagangan, ketidakpastian geopolitik, dan tekanan teknologi, hanya dengan kebijakan terintegrasi dan berorientasi jangka panjang, Indonesia dan dunia bisa selamat dari jebakan deflasi yang menjerat.
Sumber :
https://unair.ac.id/pakar-ekonomi-soroti-deflasi-tahunan-2025-dampak-perekonomian-indonesia/
https://www.voaindonesia.com/a/indonesia-alami-deflasi-tahunan-lagi-setelah-25-tahun/8001235.html
No comments:
Post a Comment