Tuesday, April 15, 2025

Krisis Finansial 2008

Bayangkan sebuah dunia di mana institusi keuangan raksasa runtuh dalam semalam, jutaan orang kehilangan rumah dan pekerjaan, dan kepercayaan terhadap sistem ekonomi global hancur dalam hitungan hari. Itulah kenyataan yang terjadi pada tahun 2008, saat krisis finansial global meledak dan mengguncang fondasi kapitalisme modern. Apa sebenarnya yang menyebabkan kehancuran itu, dan bagaimana dampaknya masih membayangi kita hingga hari ini? Artikel ini akan membawa Anda menyelami salah satu momen paling dramatis dalam sejarah ekonomi dunia.

Pada tahun 2008, dunia dikejutkan oleh salah satu krisis finansial paling besar sejak Depresi Besar tahun 1930-an. Krisis ini bermula dari Amerika Serikat, namun dampaknya merambat dengan cepat ke seluruh penjuru dunia, mengguncang pasar global, menjatuhkan institusi keuangan besar, dan meninggalkan luka yang masih terasa hingga bertahun-tahun setelahnya. Krisis ini dikenal dengan nama Global Financial Crisis atau Subprime Mortgage Crisis, karena akar utamanya terletak pada runtuhnya pasar perumahan dan sekuritisasi kredit berisiko tinggi di AS, yang dikenal sebagai kredit subprime.

Kasus kebangkrutan terbesar di Amerika Serikat ini mengungkapkan seberapa besar pasar keuangan bergantung kepada aset 'busuk'- apa yang disebut sebagai hipotek subprime dan turunannya - saat terjadi lonjakan beberapa tahun sebelumnya.

Masalah ini terjadi karena industri hipotek memberikan dana kepada para peminjam yang sebenarnya tidak mampu membayar. Sehingga terjadi peningkatan kebangkrutan yang memicu ambruknya sejumlah lembaga peminjaman.

Bagi dunia, hal ini menandakan berakhirnya pertumbuhan.

Sebelum krisis meledak, sektor properti AS mengalami ledakan luar biasa. Bank dan lembaga keuangan dengan mudah memberikan pinjaman hipotek kepada siapa saja, bahkan kepada mereka yang secara riil tidak mampu membayar cicilan. Kredit yang berisiko tinggi ini kemudian dibungkus dan dijual kembali dalam bentuk produk investasi kompleks seperti mortgage-backed securities (MBS) dan collateralized debt obligations (CDO), yang tampak menguntungkan di permukaan, namun sesungguhnya rapuh secara fundamental. Ketika harga rumah mulai jatuh dan suku bunga naik, gelombang gagal bayar pun dimulai. Bank-bank yang tadinya tampak kokoh tiba-tiba kolaps karena terpapar risiko yang sangat besar dari aset-aset yang kehilangan nilai.

Puncak dari krisis ini terjadi pada September 2008, ketika Lehman Brothers, salah satu bank investasi tertua dan terbesar di AS, menyatakan kebangkrutan. Kejatuhan Lehman Brothers menjadi simbol awal keruntuhan sistem keuangan global. Panik pun melanda pasar. Investor menarik dananya, pasar saham anjlok, dan sistem perbankan membeku karena kepercayaan antarlembaga keuangan runtuh. Pemerintah AS dan bank sentralnya, Federal Reserve, harus turun tangan secara masif. Triliunan dolar disuntikkan ke pasar dalam bentuk paket stimulus, jaminan, dan bailout untuk menyelamatkan bank dan perusahaan raksasa seperti AIG. Kebijakan serupa juga dilakukan oleh negara-negara lain di Eropa dan Asia.

Krisis ini membawa dampak yang sangat luas: jutaan orang kehilangan pekerjaan, pasar perumahan hancur, dan perekonomian dunia memasuki resesi parah. Di Amerika Serikat, tingkat pengangguran melonjak tajam, dan rumah-rumah disita dalam jumlah besar. Eropa pun mengalami dampak besar, terutama negara-negara seperti Yunani, Irlandia, dan Spanyol yang kemudian mengalami krisis utang. Krisis ini juga menunjukkan betapa saling terhubungnya ekonomi global modern—guncangan di satu negara dapat menjalar begitu cepat ke negara lain, menyeret seluruh dunia ke dalam turbulensi ekonomi.

Dampak Krisis Moneter 2008 ke Indonesia.

Krisis perekonomian pada tahun 2008 juga memberikan dampak yang signifikan di negara Indonesia.

Krisis moneter 2008 menyebabkan dana-dana asing keluar dan menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot tajam.

BEI bahkan harus melakukan suspensi perdagangan pada 9 dan 10 Oktober 2008 untuk memberikan jeda kepada investor agar bisa lebih rasional di tengah gejolak krisis keuangan.

Pada saat krisis Lehman Brothers tersebar, IHSG menurun hingga 50 persen lebih rendah dari sebelumnya pada akhir tahun 2008.

Krisis moneter 2008 juga menyebabkan kinerja pasar obligasi melemah dan mencapai puncaknya pada bulan Oktober dengan harga rata-rata terkoreksi hingga 27,4 persen.

Selain itu, harga surat utang Indonesia juga menurun drastis, dengan imbal hasil melonjak sekitar 10 persen menjadi 17 persen.

Krisis Keuangan 2008 adalah hasil dari sejumlah faktor, termasuk tingkat suku bunga rendah, subprime hipotek, kredit macet, dan kurangnya intervensi pemerintah dalam mengelola kredit hipotek. Dampaknya meluas ke seluruh dunia, menyebabkan kehancuran ekonomi dan memaksa tindakan drastis untuk menghindari krisis serupa di masa depan. Dari krisis ini kita belajar bahwa pentingnya pengawasan yang ketat, pengaturan pasar yang efisien, dan pemahaman yang lebih baik tentang risiko dalam keuangan.

Dari krisis ini, dunia belajar pentingnya pengawasan dan regulasi dalam sistem keuangan. Banyak negara mereformasi sistem perbankan mereka, memperketat syarat pemberian kredit, dan membatasi spekulasi berisiko tinggi. Di sisi lain, muncul pula kritik terhadap peran lembaga rating, kegagalan pengawasan otoritas keuangan, dan keserakahan institusi perbankan besar. Krisis 2008 menjadi pengingat bahwa ekonomi modern, betapapun canggihnya, tetap rentan jika tidak dibangun di atas prinsip kehati-hatian, transparansi, dan tanggung jawab.


Sumber :

https://www.bbc.com/indonesia/dunia-45495304

https://kumparan.com/nafidza-shadrina-diva-aulia/krisis-finansial-2008-gelembung-hipotek-meledak-dan-menyebabkan-krisis-ekonomi-21O4sf6oaQe/full

https://www.ocbc.id/id/article/2023/02/08/krisis-moneter-2008

No comments:

Post a Comment

Related Posts