Saturday, November 30, 2013

Mengamankan Risiko Cicilan KPR


DUA minggu lalu, untuk ke sekian kalinya dalam beberapa bulan terakhir, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate secara bertahap. Kini, menjadi 7,5 persen.

Imbasnya mulai terasa. Beberapa hari setelah pengumuman suku bunga oleh BI, ada pemberitahuan dari sebuah bank BUMN. Mereka menaikkan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) dari 10,5 persen menjadi 11,5 persen. Padahal dua bulan sebelumnya, suku bunga KPR di bank ini masih 9,5 persen. Artinya, sudah naik 2 persen dalam waktu tiga bulan terakhir.

Asumsikan saja Anda punya cicilan KPR dengan saldo utang terakhir Rp 100 juta. Jangka waktu pembayarannya masih delapan tahun lagi. Maka cicilan yang tadinya Rp 1,4 juta per bulan menjadi Rp 1,5 juta, ketika suku bunganya naik 1 persen. Selanjutnya naik lagi menjadi Rp 1,6 juta per bulan ketika dinaikkan kembali sebesar 1 persen.

Tentu kenaikan cicilannya akan lebih besar sejalan dengan sisa saldo KPR. Bahkan lebih besar lagi ketika usia kreditnya masih muda.

Tentu bukan sekadar akibat kenaikan suku bunga. Kenaikan cicilan KPR jadi tambah berat lantaran selama ini menikmati masa suku bunga fixed (tetap) selama satu tahun pertama. Umumnya, karena promo jadi hanya 6-8 persen. Jadi, besaran suku bunganya akan melonjak, misalnya dari 6 persen menjadi 11 persen. Akibatnya, cicilan melonjak drastis.

Apakah semua bank menaikkan suku bunga seperti bank plat merah itu? Boleh dibilang hampir pasti, kecuali bank syariah dengan akad KPR Murabahah (jual-beli).

Namanya juga jual beli, tentu harga jual yang sudah disepakati di awal tidak boleh berubah. Artinya, cicilan KPR yang tidak lain adalah cicilan pembelian rumah dari bank tidak akan mengalami kenaikan.

Dengan cicilan tetap hingga lunas, proyeksi arus kas (cash flow) menjadi lebih mudah. Ketenangan batin juga diperoleh karena tak perlu repot memantau pergerakan suku bunga.

Tapi ingat, di bank syariah bukan hanya akad murabahah yang digunakan. Sekarang bank syariah juga mulai gunakan akad lain yang cicilannya mengambang (floating). Jadi, pastikan kita memahami akadnya sebelum menyetujui.

Namun harus diakui, ada yang beranggapan bahwa akad KPR Murabahah di bank syariah mahal atau cicilannya tinggi. Menurut saya, itu karena konsumen tidak membandingkan fitur kredit yang sama antara bank syariah dengan bank konvensional.

KPR konvensional kerap menggunakan suku bunga mengambang, sehingga wajar berani mematok suku bunga rendah di awal. Jika suku bunga naik, tinggal naikkan saja cicilannya.

Apalagi bank konvensional sering juga memberikan masa promo selama 1 atau 2 tahun pertama dengan suku bunga khusus. Namanya juga promo, tentu sengaja dipatok lebih rendah agar terlihat murah. Namun ingat, itu cuma di awal. Setelah masa iklannya berakhir, kembali ke tingkat suku bunga pasar.

Karena itu, lebih bijak jika membandingkan cicilan KPR Murabahah dengan cicilan KPR yang fixed atau tetap selama suatu periode. Bukan yang promo.

Nah, bagi Anda yang sedang mencicil KPR, dengan kenaikan suku bunga seperti sekarang, bersiaplah membayar cicilan lebih besar. Jika merasa berat, jangan khawatir. Masih ada pilihan. Pindahkan KPR Anda ke bank lain.

Bagi yang sedang mempertimbangkan pembelian rumah, pilihan di tangan Anda. KPR biasa cicilan ringan di awal, tapi ikut naik sesuai suku bunga pasar. Atau, KPR Syariah dengan akad murabahah. Cicilannya tetap, sehingga bisa mengunci risiko.

Apa pun pilihannya, tetap jadikan rumahmu sebagai surgamu.

No comments:

Post a Comment

Related Posts