Sunday, April 13, 2025

Smoot-Hawley Tariff Act tahun 1930

The Smoot-Hawley: Tarif Act Revisited — Ketika Proteksionisme Memicu Krisis Global

Dalam catatan sejarah ekonomi dunia, sedikit kebijakan yang begitu banyak dipelajari — dan dikritisi — seperti Smoot-Hawley Tariff Act tahun 1930. Disahkan oleh Kongres Amerika Serikat pada masa awal Great Depression, undang-undang ini dikenang sebagai salah satu tindakan proteksionis paling kontroversial dalam sejarah perdagangan global. Revisi ulang terhadap kebijakan ini, dalam konteks masa kini, menjadi penting sebagai refleksi atas bagaimana keputusan ekonomi dalam suasana krisis bisa berdampak jauh melebihi batas negara yang membuatnya.

Smoot-Hawley Tariff Act dirancang oleh dua anggota Kongres, Senator Reed Smoot dan Perwakilan Willis C. Hawley. Tujuan awalnya tampak sederhana: melindungi para petani dan industri dalam negeri dari tekanan produk impor yang murah, khususnya dari Eropa. Namun, kenyataannya, ketika undang-undang ini mulai berlaku, lebih dari 20.000 jenis barang impor dikenakan tarif tinggi, sehingga membuat produk luar negeri menjadi jauh lebih mahal di pasar AS.

Namun harapan agar proteksi tersebut mendorong pertumbuhan ekonomi domestik justru berbalik arah. Negara-negara lain — termasuk Kanada, Inggris, dan negara-negara Eropa — membalas dengan kebijakan tarif serupa, menciptakan efek domino dalam bentuk perang dagang global. Perdagangan internasional menurun drastis. Ekspor AS anjlok lebih dari 60% antara 1929 hingga 1933, memperburuk gelombang pengangguran dan memperdalam depresi ekonomi yang sudah terjadi.

Smoot-Hawley menjadi pelajaran mahal. Alih-alih mendorong pemulihan, proteksionisme berlebihan justru mempersempit pasar global dan menghalangi pemulihan ekonomi lintas negara. Banyak ekonom modern menyebut undang-undang ini sebagai pemicu utama dari "global trade contraction" atau penyempitan ekonomi dunia di awal 1930-an. Bahkan, tokoh seperti ekonom John Maynard Keynes pun turut menyindir pendekatan ini sebagai "bunuh diri ekonomi kolektif".

Mengapa Smoot-Hawley masih relevan dibahas hari ini? Karena sejarah cenderung berulang, meski dalam bentuk yang berbeda. Dalam beberapa tahun terakhir, gelombang kebijakan proteksionis — dari perang dagang AS-China, penyesuaian tarif bilateral, hingga semangat “economic nationalism” — kembali muncul di berbagai belahan dunia. Dalam dunia yang saling terhubung, tindakan sepihak seperti tarif tinggi berisiko mengganggu rantai pasok global dan stabilitas pasar internasional.

Revisi terhadap Smoot-Hawley, bukan dalam arti hukum, melainkan sebagai evaluasi kritis atas semangat yang melatarbelakanginya, perlu terus digaungkan. Dunia hari ini menghadapi tantangan global yang serupa — krisis ekonomi, perlambatan pertumbuhan, ketimpangan distribusi ekonomi — tetapi jawaban terhadap persoalan itu tidak selalu melalui tembok tarif yang lebih tinggi. Justru sebaliknya, kerja sama multilateral dan integrasi pasar bisa menjadi penyeimbang yang lebih sehat dalam menjaga stabilitas ekonomi global.

Pada akhirnya, Smoot-Hawley bukan hanya cerita tentang tarif, tapi juga tentang bagaimana satu kebijakan domestik bisa berdampak pada ekonomi dunia. Ini menjadi pengingat penting bahwa jalan menuju pemulihan ekonomi tidak pernah bisa berjalan sendiri. Dunia, suka atau tidak suka, saling bergantung satu sama lain.

No comments:

Post a Comment

Related Posts