Tahun 1939 menjadi salah satu titik penting dalam sejarah ekonomi dunia. Meskipun kerap dilihat sebagai tahun awal pecahnya Perang Dunia II, krisis ekonomi yang melatarbelakangi periode ini tidak bisa diabaikan. Dunia saat itu belum sepenuhnya pulih dari dampak Depresi Besar (The Great Depression) yang mengguncang pasar global sejak tahun 1929. Banyak negara masih terseok-seok membangun kembali kepercayaan terhadap sistem keuangan dan pasar internasional. Krisis tahun 1939 bukanlah krisis keuangan yang tiba-tiba meledak seperti krisis 1929, melainkan lebih merupakan kelanjutan dari gejolak ekonomi yang berkepanjangan, diperparah oleh ketegangan politik dan militer yang makin meningkat di Eropa dan Asia.
The Great Depression atau Depresi Hebat adalah peristiwa krisis ekonomi yang melanda dunia antara 1929 hingga 1939. The Great Depression atau juga disebut krisis malaise, bermula di Amerika Serikat kemudian menyebar ke berbagai negara. Kemerosotan ekonomi dunia saat itu yang berlangsung sekitar satu dekade, disebut-sebut sebagai krisis moneter terparah dalam sejarah. Peristiwa ini mengakibatkan lumpuhnya sendi ekonomi yang menyerang hampir semua negara di dunia.
Amerika Serikat, sebagai episentrum krisis 1929, telah mulai pulih secara perlahan melalui kebijakan "New Deal" dari Presiden Franklin D. Roosevelt. Namun, pemulihan ini belum sepenuhnya mengembalikan pertumbuhan ekonomi ke tingkat sebelum depresi. Banyak sektor industri masih berjalan lambat, pengangguran tetap tinggi, dan daya beli masyarakat belum pulih. Di sisi lain, negara-negara Eropa seperti Jerman dan Italia mengambil jalur yang berbeda. Mereka memilih jalan otoriter dan nasionalistik, memobilisasi ekonomi mereka untuk tujuan militer dan ekspansi wilayah. Adolf Hitler, yang berkuasa di Jerman sejak 1933, memanfaatkan kekacauan ekonomi pasca-Perang Dunia I dan krisis 1930-an untuk memperkuat posisi politiknya, dan membangun kembali kekuatan industri Jerman dengan fokus pada militerisasi dan otarki ekonomi.
Inggris dan Prancis, dua kekuatan besar Eropa lainnya, menghadapi dilema antara memulihkan ekonomi mereka dan menghadapi ancaman ekspansi Nazi Jerman. Anggaran negara banyak dialihkan untuk persiapan militer, sementara pertumbuhan ekonomi belum stabil. Negara-negara koloni, termasuk Indonesia di bawah penjajahan Belanda, juga merasakan imbasnya. Permintaan global terhadap komoditas menurun, harga bahan mentah tetap rendah, dan peluang perdagangan internasional semakin sempit. Krisis ini tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga sosial dan politik, karena banyak masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola perekonomian dan menjamin stabilitas.
Krisis ekonomi tahun 1939 kemudian berubah arah dengan pecahnya Perang Dunia II pada bulan September, ketika Jerman menyerang Polandia dan memicu pernyataan perang dari Inggris dan Prancis. Perang itu sendiri membawa dinamika baru dalam perekonomian global. Negara-negara besar mulai beralih ke ekonomi perang (war economy), dengan peningkatan produksi senjata, kendaraan tempur, dan logistik militer. Ironisnya, bagi beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Jerman, mobilisasi besar-besaran untuk perang justru menjadi momentum kebangkitan industri dan penurunan angka pengangguran. Namun bagi dunia secara keseluruhan, 1939 tetap tercatat sebagai tahun yang memperpanjang luka akibat depresi, dan menjadi awal dari konflik paling berdarah dalam sejarah umat manusia.
Perang Dunia II mengubah haluan politik dan struktur sosial dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan untuk memperkuat kerja sama internasional dan mencegah konflik-konflik yang akan datang. Para kekuatan besar yang merupakan pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Tiongkok, Britania Raya, dan Prancis—menjadi anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.[1] Uni Soviet dan Amerika Serikat muncul sebagai kekuatan super yang saling bersaing dan mendirikan panggung Perang Dingin yang kelak bertahan selama 46 tahun selanjutnya. Sementara itu, pengaruh kekuatan-kekuatan besar Eropa mulai melemah, dan dekolonisasi Asia dan Afrika dimulai. Kebanyakan negara yang industrinya terkena dampak buruk mulai menjalani pemulihan ekonomi. Integrasi politik, khususnya di Eropa, muncul sebagai upaya untuk menstabilkan hubungan pascaperang.
Krisis ekonomi 1939 memberi pelajaran penting tentang keterkaitan antara kondisi keuangan, kebijakan politik, dan stabilitas global. Ia menunjukkan bahwa krisis tidak selalu datang dalam bentuk keruntuhan pasar saham atau kebangkrutan massal, melainkan bisa hadir sebagai krisis kepercayaan, krisis distribusi sumber daya, dan krisis kepemimpinan. Dunia yang belum pulih dari luka ekonomi dibiarkan terjerumus dalam konflik bersenjata, yang kemudian membawa kerusakan jauh lebih besar—baik secara ekonomi, maupun secara kemanusiaan.
Sumber :
https://www.kompas.com/stori/read/2023/03/08/200000079/the-great-depression-krisis-ekonomi-terparah-dalam-sejarah
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dunia_II
No comments:
Post a Comment