Pada tanggal 2 April 2025, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif baru yang dikenal sebagai "Reciprocal Tariff" atau Tarif Timbal Balik. Dalam pidato yang disebut sebagai "Liberation Day" atau "Hari Pembebasan", Presiden Trump menyatakan bahwa langkah ini merupakan deklarasi kemerdekaan ekonomi bagi Amerika Serikat.
Jika dilihat dari perdagangan Amerika Serikat, neraca perdagangan Paman Sam dengan Indonesia saat ini negatif (atau defisit), artinya nilai impor Amerika Serikat dari Republik Indonesia lebih besar daripada nilai ekspor Amerika Serikat ke Republik Indonesia. Dari data Gedung Putih, nilainya minus US $ 18 miliar.
Rincian Kebijakan Tarif,
-
Tarif Dasar 10%, Mulai 5 April 2025 pukul 12:01, semua impor ke Amerika Serikat akan dikenakan tarif dasar sebesar 10%.
-
Tarif Khusus Berdasarkan Negara, Mulai 9 April 2025 pukul 12:01, negara-negara dengan defisit perdagangan signifikan terhadap Amerika Serikat akan dikenakan tarif yang lebih tinggi, antara lain:
-
China: 34%,
-
Uni Eropa: 20%,
-
Jepang: 24%,
-
Vietnam: 46%,
-
India: 26%.
-
Secara umum, Amerika Serikat akan memberlakukan tarif bea impor dengan tarif dasar 10% pada semua impor ke Amerika Serikat dan bea masuk yang lebih tinggi pada puluhan negara lain.
Tarif impor ke China akan diberlakukan 34%, 20% untuk Uni Eropa, 25% untuk Korea Selatan, 24% untuk Jepang, dan 32% untuk Taiwan.
Selain itu, pemerintahan Trump juga memberlakukan tarif timbal balik khusus negara terhadap negara-negara yang dituduh melakukan praktik perdagangan tidak adil. Di antaranya termasuk India, Vietnam, dan Uni Eropa. Tarif ini disesuaikan sekitar setengah dari tarif yang negara-negara tersebut kenakan terhadap barang Amerika Serikat.
Sebagai contoh, impor dari China kini akan dikenakan tarif berlapis sebesar tarif eksisting 20% dan 34%, sehingga total tarifnya mencapai 54%.
Contoh perhitungan tarif,
China, yang menurut Trump mengenakan tarif 67% terhadap barang Amerika Serikat (termasuk hambatan non-tarif), kini akan menghadapi tarif timbal balik 34%, di samping tarif eksisting 20%, sehingga totalnya paling sedikit menjadi 54%.
Vietnam, yang dinilai mengenakan tarif 90%, kini akan menghadapi tarif 46%.
India, yang mengenakan 52%, sekarang akan dikenakan 26%.
Uni Eropa, yang mengenakan 39%, akan dikenai tarif balasan 20%.
Indonesia yang mengenakan tarif 64% akan dikenai tarif balasan 32%
Alasan di Balik Kebijakan,
Presiden Trump menegaskan bahwa tarif ini diberlakukan sebagai respons terhadap praktik perdagangan yang dianggap tidak adil oleh negara-negara mitra dagang, termasuk hambatan tarif dan non-tarif yang merugikan produk Amerika Serikat. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk mengurangi defisit perdagangan Amerika Serikat, meningkatkan lapangan kerja di sektor manufaktur domestik, dan memperkuat kedaulatan ekonomi negara.
Dengan tarif impor ini akan membuat orang Amerika Serikat berpikir dua kali sebelum beli barang luar negeri. Dampak lainnya adalah, Harga barang akan naik di Amerika Serikat. Bisnis yang butuh bahan baku impor juga akan ikut kena dampaknya. Dan terakhir negara lain akan bisa balas dendam.
Reaksi Global dan Dampak Ekonomi,
Pengumuman ini memicu berbagai reaksi dari komunitas internasional. Banyak negara menyatakan kekecewaan dan mempertimbangkan tindakan balasan. Misalnya, Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, berjanji untuk melindungi pekerja Kanada dari dampak tarif tersebut.
Di pasar keuangan, pengumuman tarif menyebabkan penurunan signifikan dalam perdagangan saham di luar jam kerja, dengan Nasdaq turun lebih dari 4%. Para ekonom memperingatkan bahwa tarif ini dapat menyebabkan peningkatan biaya bagi konsumen dan bisnis Amerika Serikat, serta berpotensi memicu inflasi.
Kebijakan "Reciprocal Tariff" yang diumumkan oleh Presiden Trump menandai perubahan signifikan dalam kebijakan perdagangan Amerika Serikat, dengan potensi dampak luas baik secara domestik maupun internasional. Meskipun bertujuan untuk memperkuat ekonomi domestik, langkah ini menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan perang dagang dan konsekuensi negatif bagi ekonomi global.
Dampak Tarif Timbal Balik Amerika Serikat terhadap Ekonomi Indonesia.
Kebijakan ini menetapkan tarif dasar sebesar 10% untuk semua impor ke Amerika Serikat, dengan tambahan tarif spesifik berdasarkan negara, Indonesia termasuk di antara negara-negara yang terkena dampak signifikan akan Tarif Timbal Balik ini, dengan tarif tambahan sebesar 32% yang akan berlaku mulai 9 April 2025.
Sementara itu, Indonesia tak luput dari hukuman Trump. Republik Indonesia jadi korban perang dagang dengan kenaikan tarif, mengacu ke tarif timbal balik, 32%. Indonesia berada pada posisi 13 negara yang mengalami surplus perdagangan dengan Amerika Serikat, dari data Reuters. Amerika Serikat minus US$ 18 miliar dengan Republik Indonesia.
Meski demikian, namun tarif timbal balik tidak berlaku untuk barang-barang tertentu. Termasuk tembaga, farmasi, semikonduktor, kayu, emas, energi dan "mineral tertentu yang tidak tersedia di Amerika Serikat, menurut lembar fakta Gedung Putih.
Sektor yang Terkena Dampak,
Tarif sebesar 32% ini diperkirakan akan mempengaruhi berbagai sektor ekspor utama Indonesia, terutama:
-
Otomotif, Industri otomotif Indonesia yang mengekspor kendaraan dan suku cadang ke Amerika Serikat kemungkinan akan menghadapi penurunan permintaan akibat kenaikan harga produk di pasar Amerika Serikat.
-
Elektronik, Produk elektronik buatan Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat juga akan mengalami kenaikan harga, yang dapat mengurangi daya saing di pasar tersebut.
-
Tekstil dan Produk Garmen, Meskipun tarif spesifik untuk sektor ini belum disebutkan secara rinci, kemungkinan besar produk tekstil dan garmen akan terkena dampak, mengingat pentingnya sektor ini dalam ekspor Indonesia ke Amerika Serikat.
Reaksi dan Tindakan Pemerintah Indonesia.
Pemerintah Indonesia menyatakan keprihatinannya terhadap kebijakan tarif ini dan sedang mempertimbangkan langkah-langkah diplomatik untuk meredam dampaknya. Upaya tersebut mungkin mencakup negosiasi bilateral dengan pemerintah Amerika Serikat untuk mencari solusi yang saling menguntungkan dan mencegah eskalasi lebih lanjut dalam hubungan perdagangan.
Dampak Lebih Luas pada Ekonomi Indonesia.
Penerapan tarif tinggi oleh Amerika Serikat dapat menyebabkan beberapa konsekuensi bagi ekonomi Indonesia.
-
Penurunan Volume Ekspor, Kenaikan tarif berpotensi menurunkan volume ekspor Indonesia ke Amerika Serikat, yang merupakan salah satu mitra dagang utama.
-
Pelemahan Mata Uang, Ketidakpastian perdagangan dan potensi penurunan ekspor dapat menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, seperti yang telah terjadi pada mata uang negara-negara Asia lainnya.
-
Pertumbuhan Ekonomi Terhambat, Penurunan ekspor dan investasi dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama jika sektor-sektor utama terkena dampak signifikan.
Penerapan Tarif Timbal Balik oleh Amerika Serikat menimbulkan tantangan serius bagi ekonomi Indonesia. Pemerintah dan pelaku industri perlu bekerja sama dalam mencari solusi, baik melalui diplomasi perdagangan maupun diversifikasi pasar ekspor, untuk memitigasi dampak negatif dan menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi nasional.
Sumber :
https://www.cnbcindonesia.com/news/20250403095229-4-623397/ini-dia-penyebab-ri-jadi-korban-perang-dagang-trump-kena-tarif-32
https://www.cnbcindonesia.com/news/20250403054405-4-623362/perang-dagang-trump-menggila-ri-resmi-jadi-korban-baru
https://www.cnbcindonesia.com/research/20250403063405-128-623365/lengkap-ini-daftar-tarif-dagang-trump-ke-semua-negara-ri-kena-32
No comments:
Post a Comment