Bayangkan sebuah dunia yang selama puluhan tahun menikmati stabilitas ekonomi, perdagangan lintas benua, dan sistem keuangan yang mapan—semua berubah hanya dalam hitungan minggu. Tahun 1914 bukan hanya menjadi awal Perang Dunia I, tetapi juga menandai runtuhnya tatanan ekonomi global yang selama ini dianggap tak tergoyahkan. Saat peluru pertama ditembakkan di Sarajevo, bukan hanya nyawa yang dipertaruhkan, tapi juga kepercayaan dunia terhadap sistem keuangan internasional. Apa yang terjadi selanjutnya bukan sekadar perang, melainkan awal dari krisis ekonomi global yang mengguncang fondasi kapitalisme modern.
Krisis Ekonomi Global 1914 yang paling dikenal adalah "Krisis Juli" yang merupakan serangkaian eskalasi diplomatik dan militer di Eropa yang menyebabkan pecahnya Perang Dunia I, bukan krisis ekonomi itu sendiri.
Sepanjang sejarah perekonomian, malaise merupakan krisis ekonomi dunia yang memuncak pada tahun 1929 sebagai dampak dari Perang Dunia I (1914-1918). Hancurnya tatanan ekonomi dunia berdampak langsung terhadap Hindia Belanda, baik dalam bidang sosial, ekonomi, maupun politik. Fenomena ini berpengaruh pada organisasi-oerganisasi Pergerakan Nasional dalam melawan penguasa. Artikel ini menggunakan metode historis melalui penelahan bubu-buku yang dilakukan secara bertahap. Dari pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi hingga historiografi. Terjadinya malaise dilatar belakangi oleh Perang Dunia I. Banyak negara menjadi miskin, lenyapnya daerah-daerah pemasaran, daya beli lemah, kelebihan produksi, dan pengangguran bertambah. Sejalan dengan peristiwa sejarah tentang inflansi ini mulailah krisis ekonomi melanda dunia. Di Indonesia, Fenomena ini dijadikan peluang oleh organisasi Pergerakan Nasional untuk menghimpun kaum buruh melakukan aksi-aksi politik sebagai bentuk perlawananan terhadap Pemerintah Hindia Belanda dalam mewujudkan Indonesia merdeka.
Krisis ekonomi global tahun 1914 merupakan peristiwa besar yang menandai keruntuhan sistem keuangan internasional yang sebelumnya stabil, dan menjadi bagian dari dampak awal pecahnya Perang Dunia I. Meskipun pada permukaan banyak orang melihat tahun 1914 sebagai awal dari konflik militer besar-besaran, di balik layar, dunia juga menyaksikan guncangan besar dalam sistem ekonomi dan perbankan internasional. Sebelum perang pecah, dunia telah menikmati masa stabilitas ekonomi panjang selama era Pax Britannica, di mana perdagangan internasional berkembang pesat, didukung oleh sistem standar emas yang memungkinkan nilai mata uang berbagai negara terikat pada cadangan emas, menciptakan kepercayaan lintas batas.
Namun, semua itu berubah drastis ketika perang meletus pada bulan Juli 1914. Ketegangan politik yang selama ini membara di Eropa akhirnya meledak setelah pembunuhan Archduke Franz Ferdinand dari Austria, yang menjadi katalis pecahnya perang antar negara-negara besar. Dalam hitungan minggu, negara-negara Eropa mulai memobilisasi militer dan menyatakan perang satu sama lain. Situasi ini segera menciptakan kepanikan besar di pasar keuangan global. Bursa saham utama di Eropa dan Amerika Serikat ditutup secara tiba-tiba demi mencegah kejatuhan pasar. Lonjakan permintaan uang tunai oleh para investor dan deposan membuat sistem perbankan terguncang. Banyak bank tidak memiliki likuiditas cukup karena sebagian besar aset mereka berupa surat berharga dan obligasi jangka panjang, sementara para deposan menuntut penarikan uang secara massal.
Negara-negara seperti Inggris, Jerman, Prancis, dan Amerika Serikat segera menangguhkan penggunaan standar emas untuk menyelamatkan cadangan emas nasional mereka dari pelarian modal ke luar negeri. Langkah ini menandai berakhirnya era stabilitas moneter internasional yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Penangguhan konversi mata uang ke emas menyebabkan ketidakpastian nilai tukar dan mengguncang kepercayaan pelaku perdagangan internasional. Perdagangan global pun melambat drastis karena pengiriman barang terganggu oleh blokade laut, ancaman kapal selam, dan disorganisasi logistik akibat mobilisasi militer.
Selain itu, pengeluaran militer dalam jumlah masif yang dikeluarkan oleh negara-negara yang terlibat perang menciptakan beban fiskal luar biasa. Pemerintah mulai menerbitkan utang dalam jumlah besar, memicu inflasi dan memaksa perubahan drastis dalam alokasi sumber daya ekonomi. Banyak industri sipil dialihkan untuk mendukung produksi senjata dan perlengkapan perang, sementara sektor konsumsi mengalami kelangkaan dan penurunan produksi. Hal ini menciptakan tekanan pada harga barang dan menurunkan kesejahteraan masyarakat sipil.
Krisis ekonomi 1914 bukan hanya sebuah kejatuhan pasar atau krisis moneter biasa, melainkan titik balik dalam sejarah ekonomi global. Ia menandai pergeseran dari sistem ekonomi liberal yang terbuka ke arah ekonomi yang lebih tertutup dan dikendalikan negara. Banyak negara menerapkan kontrol modal, kebijakan proteksionis, dan pengaturan ekonomi ketat untuk menghadapi krisis. Perang telah memaksa negara-negara memprioritaskan stabilitas nasional atas keterbukaan global, dan dampaknya terasa dalam dekade-dekade berikutnya, termasuk munculnya depresi besar di tahun 1930-an.
Dengan demikian, krisis ekonomi global tahun 1914 menjadi contoh klasik bagaimana konflik geopolitik dapat menjungkirbalikkan sistem ekonomi global yang selama ini dianggap stabil. Ia memperlihatkan bahwa pasar tidak kebal terhadap guncangan politik, dan bahwa keseimbangan ekonomi dunia bisa runtuh dalam waktu singkat ketika kepercayaan terhadap sistem terganggu. Lebih jauh lagi, krisis ini menjadi awal dari transformasi besar dalam peran negara dalam perekonomian, yang kemudian menjadi karakteristik dominan dalam abad ke-20.
Sumber :
https://ejurnalunsam.id/index.php/jsnbl/article/view/522#:~:text=Terjadinya%20malaise%20dilatar%20belakangi%20oleh,mulailah%20krisis%20ekonomi%20melanda%20dunia.
No comments:
Post a Comment